Sabtu, 12 September 2009

mimpi seorang pengarang

Ini adalah sepenggal mimpi dari pengarangnya :

Semburat cahaya jingga memayungi hati yang gelisah.
Kegelisahan itu adalah tentang ketidak setaraan, tentang berbedanya hidup antara diri dan nya.

Masa lalunya adalah sebuah kehidupan yang penuh kehebatan.
Adalah kehidupan yang penuh kenikmatan. Arti hidup dari mereka yang bahagia dan berusaha membahagiakan orang lain.
Sementara masa lalu diri ini adalah sebuah kehidupan yang semu. Sebuah kehidupan yang penuh ide, namun gagal berkembang karena ketidak mampuan. Satu dunia di antara dua dunia yang nyata dan berlawanan.

Dan hidup di antara diri dan nya terjalin satu jembatan kehidupan.
Diri ini merasa asing, kehidupannya membawaku pada dimensi ketiadaan. Satu dimensi kosong yang membuat diri meraba keadaan yang terlalu hebat.
Seketika itu juga, ketika jingga hampir musnah termakan merahnya langit, diri ini merasa tak pantas dengannya. Diri ini tak berdaya oleh masa lalunya.
Apa yang harus dipelajari dari masa lalunya adalah berlawanan dengan kemampuan diri.

Seketika setelah langit merah berubah geLap, diri ini merasa kosong. Sakit di hati sejadi-jadinya merasuk.
Teringat semua tentang masa lalunya :
Ternyata aku tidak cukup tahu, dan tidak cukup mampu.

Untuk menghadirkan masa lalu kehadapannya sungguh diri ini tak mampu. Tak cukup tahu, tak cukup mampu untuk tahu, dan tidak tahu bila diri cukup mampu.
Seandainya mampu, diri tetap tak mau. Karena inilah adanya :
Aku adalah aku.
Seorang utuh apa adanya seperti sekarang ini. Seorang diri yang tak mampu dan tak mau untuk menjadi seorang yang mampu bangkitkan kebahagiaan lalumu.
Bangun, mimpi itu telah berlalu.
Jadikan aku sebagai aku.
Jangan kamu impikan aku seperti masa lalumu.

Aku tak menyesal tak cukup tahu, karena aku tak mau.
Namun aku menyesal, seandainya aku tak mampu : Menghentikanmu mencari kebahagiaanmu yang telah lalu.

Bangun. Jangan bermimpi terus...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar